Senin, 03 Desember 2012

BERTEMU MANUSIA AGUNG




            Diantara manusia, hanya pendeta, penyair dan prajurit yang agung………………………..Lainnya, hanya bagus buat dicambuk (Charles Baudelaire, dalam  Mon Coeur mis a nu}.
            Agung? Saya tahu betul, betapa omong-kosongnya itu. Menurut definisiku, keagungan seseorang itu tidak terletak pada profesi, jabatan, garis keturunan, kekayaan, ataupun dalam kata dan pemikirannya. Keagungan seseorang itu terletak pada kebesaran jiwanya, bukan pada kecerdasan otaknya. Manusia agung itu manusia yang tidak ingin menguasai dan dikuasai. Manusia agung sejati tidak pernah mau diagung-agungkan. Tidak pula pernah berhasrat meletakkan pandangannya yang bijaksana pada pribadinya. Manusia agung adalah manusia yang bias mengatasi ruang di jiwanya dari himpitan benda-benda, karena dia menghendaki suatu kebebebasan yang lebih punya arti. Manusia agung adalah manusia yang bias hidup bahagia sebagai dirinya sendiri apa-adanya. Manusia agung adalah manusia yang bekerja untuk akhirat, seolah ia akan mati esok hari. Dan bekerja untuk dunia, seolah ia akan hidup untuk selama-lamanya, tapi tidak dengan “keserakahan” untuk dirinya sendiri.
            Bicara tentang keserakahan, Michael Maccoby, dalam bukunya The Gamesmen, berkisah dengan bagus tentang para eksekutif dan manejer pada perusahaan-perusahaan besar di Amerika yang bergelut dalam rimba bisnis dengan idiologi jugle fighter.  Dalam hidup dan kerjanya yang ada hanya memakan atau dimakan, merontokkan atau dirontokkan, siapa yang tidak kuat akan binasa (Darwinisme). Ini buku memang berisi kisah orang-orang jenius yang berhasil menumpuk materi. Dengan kecerdasannya, memakan perusahaan-perusahaan kecil dengan sekali telan. Tapi ironisnya, disisi lain ini buku juga berkisah tentang cinta yang layu dan hati yang beku. Dalam kesuksessan materi, ternyata kasih-sayang, idialisme, kepekaan hati mereka tumpul. Mereka sangat inovatif dalam teknik baru dibidang industry dan keuangan- asal meningkatkan laba. Tak peduli hubungan dengan bisnis hanya merupakan cerita tentan manipulasi, rayuan dan penghianatan. Mereka adalah para egomaniak dan megalomaniak yang siap menghalalkan segala cara untuk mendapatkan apa yang diinginkannya.
            The Gamesmen, adalah kisah para raja Midas modern yang diberi mujijat (kecerdasan lebih) oleh Tuhan, hingga apapun yang disentuhnya akan berubah menjadi emas. Sampai suatu saat sang raja mencium anak kesayangannya, barulah dia tahu arti keserakahan. Ada proses penghancuran/pembusukan dalam keserakahan, dan itu bukan orang lain, tapi dalam diri kita sendiri dan orang orang disekitar kita yang akan jadi korbannya. Bahagiakah raja Midas dengan hidupnya?
            Idialisme tanpa pijakan realitas menjadikan orang pemimpi sekaligus pembohong. Sedang realism tanpa nilai-nilai idial, akan menjadikan orang hidup tanpa kerendahan hati dan martabat.
             Hidup ini singkat. Manusia juga terdiri dari daging dan roh, kesadaran itulah yang mendorong saya mencari hal-hal yang sifatnya spiritualistic. Dan beruntung, saya pernah bertemu dengan seorang petani tua sederhana, tapi masuk dalam definisiku sebagai manusia agung. Pak tani ini gaptek, jadi secara teoritis aku merasa lebih pintar daripada beliau> Di zaman digital ini, adakah kitab suci yang lebih sempurna/lengkap dari kitab Google?. Tinggal klik, semua tanya terjawab.  Tapi spiritual bukanlah soal pintar-pintaran kotbah teori atau banyak-banyakkan pengetahuan. Masalah utamanya adalah; Laku spiritual aku itu bikin hidup aku bahagia tidak?. Lahir-bathin aku jadi tentram atau tidak? Mengajari aku untuk mengenal dan jadi dirik aku sendiri atau tidak?.
            Jujur, aku merasa teknologi seringkali terasa sebagai jebakan. Kian lama kian rumit dan mahal. Apalagi kita hanya sebagai pembeli bukan pembuat. Kita jadi ketergantungan/kecanduan. Kesimpulannya: Manusia digital yang berkitab Google ataupun orang beragama yang berkitab suci, ujung-ujungnya sama juga, hanya jadi manusia pongah yang pintar berteori tapi hampa jiwanya. Dengan bendera ilmu dan iman, semua jadi seperti rumus ilmu pasti, semua diterima dengan taklid. Tingggal klik atau buka kitab, semua Tanya terjawab?. Spiritual yang instan, enak memang. Tapi betapa dangkalnya spiritual macam itu!.
            Dan hal-hal yang dangkal dan instan itu yang kini tengah laku di pasaran. Lihat di toko buku, buku-buku yang laris terjual adalah buku-buku panduan untuk bisa jadi spiritualis dalam semalam, cara cepat kaya dalam sekejap dan sebagainya. Bahkan ada agamawan yang ngasih petunjuk cara cepat masuk surga dan mengawini para bidadari secara instan dengan cara meledakkan diri. Tidak ketinggalan para dukun dan paranormal pasang iklan menjual hal yang sama, Tidak perlu puasa atau lakukan ritual yang berat-berat, asal ada uang anda akan bisa jadi sakti mandraguna dalam semalam. Dan itu semua tidak ada yang salah, karena ini memang zaman pragmatisme, dimana segalanya serba diukur dari capaian materi.
            Akupun dulu pernah juga terjebak cinta dan pemujaan pada hal-hal yang bersifat instan dan dangkal seperti itu. Sampai aku bertemu pak tani tua sederhana yang aku lihat sedemikian tenang hidupnya tapi pada dasarnya riang. Kepalanya yang senantiasa tegak, seakan sikap yoga yang telah menyatu dengan dirinya. Sekalipun tak pernah kudengar beliau bicara ayat, tapi kurasakan benar kehangatan rohaninya. Padanyalah akhirnya ku belajar spiritual dari sudut yang lebih sederhana, mempribadi dan jujur. Bukan dari cara pandang mainstream yang selalu bersifat massal, instan dan sering bertunpu pada perhitungan untung-rugi atau alku tidak laku (dagang).
 Meskipun aku belajar padanya, pak tani itu tak pernah mau aku panggil guru. Beliau lebih suka dianggap sebagai teman dialog. Ada proses sharing, berbagi, belajar dan mengajar. Kata beliau, “Kita semua ini sejatinya sama, hanya murid yang masih sama-sama belajar dan berguru pada sang guru sejati, yaitu Tuhan YME”.
Karena bagi beliau spiritual itu bukan dagangan, penampilan beliau juga apa adanya seperti umumnya petani. Tak pernah berjubah atau berlagak sok suci seperti kebanyakan spiritualis/agamawan yang suka kotbah tentang keindahan/keidealan kehidupan akhirat dan sepertinya menajiskan kehidupan duniawi. Tapi ironisnya, orang-orang yang lagaknya seperti tidak doyan kehidupan duniawi itu, hidupnya sendiri lebih banyak ditopang dari dana yang dihimpun dari sumbangan umat!!!.
Pak tani ini kalibernya menyumbang, bukan hidup dari sumbangan umat. Beliau memang bukan orang miskin (paling tidak secara spiritual). Dan menurut beliau, memang tidak masalah spiritualis itu hidup dalam kemewahan, selama tidak terpenjara olehnya, beliau tidak pernah mempertentangkan ide dan materi. Tapi mendamaikan, menyatukan sebagai sarana menuju takwa dan penyerahan diri yang lebih total pada Tuhan. Segala gebyar harta duniawi, baginya hanyalah alat, sarana, satu jalan untk memperluas kemungkinan. Jadi bukan tujuan.
Banyak sekali pelajaran kebajikan hidup yang aku peroleh dari beliau. Tapi intinya, AKU HARUS JADI DIRIKU SENDIRI!. Mengidolakan seseorang itu tidak jelek, tapi kalau alu lebih suka percaya pada diri sendiri. Dan Tuhan? Tuhan tidaklah untuk ditakuti, tapi dicintai. Tuhan itu maha indah, maka dekatkanlah selalu dirimu padaNya, maka kaupun akan bias melihat keindahan disetiap langkahmu. Dan hidup dengan keindahan itu yang akan membuat kita bersyukur, merasa cukup tanpa harus menjadi serakah. Tuhan juga tidak butuh puja-puji umatnya, tidak pula pernah memberi beban umatnya dengan tetk-bengek ritual yang aneh-aneh dan berat. Tuhan membebaskan umatnya dalam beribadah.
Dan ini ajaran sederhana beliau yang aku praktekkan hingga kini, “Eling lah selalu pada Tuhanmu setiap waktu. Tapi jika kau memang ingin memberi waktu khusus untuk beribadah/meditasi, bermeditasilah kau menjelang tidur sampai kau tertidur. Bermeditasilah, seakan-akan kau hendak memasuki keabadian pintu kubur. Dan bermeditasilah kau ketika bangun tidur, seolah olah kau baru terlahir dan akan memulai langkah hidupmu dengan kemurnian jiwa layaknya bayi yang baru terlahir.”
Ajaran yang sangat sederhana sekali. Tapi butuh kesabaran karena merupakan proses