“Kapitalisme itu sangat hedonistic!” kata teman saya yang semangat Islamnya
menggebu. Karena menurutnya hedonisme (mencari kenikmatan jasmani) itu
sesuatu yang tidak baik. Sementara dipandangnya Amerika itu sebagai pusat
kapitalisme. Maka teman saya itupun paling suka memaki, Amerika itu sebagai
rajanya Iblis dunia.
Etika protestan di Amerika itu memang kuat sekali dan etika itu yang
mengembangkan kapitalisme. Bekerja keras, berhemat dan beramal itu sudah sama
saja dengan beribadah. Jadi kapitalisme sebagai sebuah system, sebenarnya
tidak hedonistic. Tapi bahwasanya dalam kapitalisme itu bisa berkembang
hedonisme, itu memang tidak bias dipungkiri.
Tulis Daniel Bell, dalam Cultural
Contradictions of Capitalism. Hedonisme di Amerika baru terjadi pada tahun
1950-an keatas. Dengan maraknya usaha kredit dan cicilan yang sekarang juga
mewabah di Negara kita. Puncak hedonism, justru terjadi pada saat gelombang
anti kapitalisme di tahun 1960-an yang dipelopori oleh kaum hippies. Mereka itu
anti etika protestan, anti kerja keras dan hidup berleha-leha dan menghisap ganja
untuk mendapatkan apa yang disebut dengan spiritual
achievement.
Jadi hedonisme itu bisa tumbuh dimana saja, dalam sosialisme juga bisa. Di Kuba
misalnya, beberapa tahun setelah Fidel Castro berkuasa, di negeri revolusioner
itu ternyata para pejabatnya paling doyan mengendari mobil Alfa Romeo deluxe 1750.
Dengan Rolex di tangan dan cerutu Upmann diantara jari, mereka berkotbah
tentang pengorbanan kepada massa blab la bla………………….. Sementara beribu tahanan
politik di penjara.
Dalam dunia spiritual atau agama, hedonisme juga bisa tumbuh. Dalam
sejarah kita kenal raja Kertanegara dari kerajaaan Singasari yang penganut
Tantrisme (yang merasa bisa lebih dekat pada Tuhan setrelah bernikmat-nikmat}.
Doktrinnya; Kalau anda suka makan, jangan berpuasa!. Jusru sebaliknya anda
harus makan sekenyang-kenyangnya, hinga anda sendiri tidak punya selera lagi
untuk makan. Pada saat itu anda pasti akan bisa lebih khusuk dalam beribadah
kepada Tuhan, karena apa yang menyenangkan di dunia sudah tidak ada lagi.
Mungkinkah nabi Muhamad juga pengikut Tantrisme? Terbukti beliau sampai punya
istri empat, belum di hitung yang di nikahi secara mut’ah ketika beliau berada
di medan perang. Dikalangan mereka yang bisa mendapatkan segala sesuatunya
dengan mudah, hingga zaman ini saya kira Tantrisme masih cukup banyak
penganutnya, tak peduli apa agama orang itu.
Dan
lebih gila lagi, ada orang yang rela melakukan aksi bom bunuh diri , dengan
harapan agar bisa masuk surga dan memuaskan kenikmatan jasmani/ragawinya
termasuk dengan mengawini para bidadari. Itu khan pemikiran yang sangat hedonisme
sekali. Masak ajaran agama/spiritual ujung-ujungnya Cuma ke masalah syahwat?.
Bukan hanya hedonis tapi juga egois, mau bernikmat-nikmat diatas penderitaan
orang banyak.
Kematian
itu suatu hal yang pasti. Jadi bagiku, para pelaku bom bunuh diri itu bukan
orang pemberani, tapi sebaliknya, pengecut!. Orang yang tidak berani menghadapi
kenyataan di dunia, orang yang tidak bisa menerima dan mensyukuri segala
karunia Tuhannya, lalu melarikan diri dalam hayalannya tentang kindahan
surgawi. Saya tidak tahu, apakah para pelaku bom bunuh diri itu di Surga akan
ngamuk-amuk atau bias menerima, jika ternyata orang-orang yang selama ini dia
anggap kafir, sesat, bid”ah dan sebagainya, ternyata oleh Tuhan juga di
masukkan surga.
SURGA
ITU MENYENANGKAN, TAPI BELUM TENTU MEMBAHAGIAKAN. KESENANGAN DALAM UJUD
LAHIRIAH, DALAM BATHIN SERINGKALI JUSTRU JADI SIKSAAN.
Pertanyaannya,
Apakah kalau mati kita masih akan membawa raga kita?
Saya bukan orang yang
anti Hedonisme. Kenikmatan itu macam-macam. Bisa tidur nyenyak itu nikmat,
meditasi itu nikmat, bersetubuh dengan pasangan itu nikmat, menolong orang lain
itu nikmat, makan daging babi di jalan Pacenongan itu nikmat hahaha………….. Semua
kembali ke motivasi tiap-tiap individunya. Cuma yang mengkhawatirkan, saat ini
banyak orang yang suka mengejar kenikmatan jasmani dengan kurang menghargai
nilai-nilai dan norma-norma luhur yang ada. Hedonismepun menjelma menjadi
keserakahan. Hingga untuk bisa memuaskan keserakahan jasmaninya, orang tidak
segan-segan lagi melakukan korupsi, menipu, mencelakai bahkan membunuh
sessamanya. Hedonisme memang bisa jadi berbahaya dan bersifat merusak, ketika
yang dituju semata hanya kenikmatan. Seperti filsafat epikurianisme, kenikmatan itu by produk atau tujuan?