Surat
terbuka buat, anakku.
Hidup itu seperti tauring, nak. Jadi tak perlu beridiologi seperti para
pengendara motor besar ataupun para pelaku bom bunuh diri. Orang-orang yang
telah terjangkiti penyakit “demam tujuan”, orang-orang yang ingin cepat-cepat sampai
tujuan. Lalu ngapain?. Dan orang-orang seperti itu biasanya fanatic, arogan,
tidak toleran dan kurang bisa mensyukuri hidupnya. Orang-orang yang tidak paham
rahasia pengembaraan.
Hidup itu misteri. Kita tidak akan pernah tahu apa yang akan terjadi
esok hari. Kau tak pernah menyangka bisa kuliah, ternyata kini kau bisa kuliah.
Bisa meraih gelar S-1, syukur. Andai harus
DO juga tak perlu patah semangat. Jangankan kuliah, Berapa lagi waktu yang akan Tuhan berikan
pada kita untuk bisa melihat terbitnya surya, kita tidak akan pernah
tahu. Dan itu justru yang membuat hidup sedemikian berarti. Kita wajib
berjuang semampu kita untuk bisa meraih mimpi-mimpi kita. Tapi lebih dari itu
yang paling mendasar ialah, kesiapan diri kita untuk bisa dengn lapang dada
menerima apapun yang akan terjadi dan Tuhan berikan. Kalau gagal ya tak perlu
terlalu bersedih dan kalau berhasil ya tak usah menepuk dada.
Jika kau bisa begitu, kau sebenarnya telah menjadi seorang yang meditative.
Dalam ajaran Kejawen itu disebut Sholat da’im atau beribadah dimana sja, kapan
saja dan sambil melakukan aktivitas apa saja. Dalam bahasa latinnya orang katakana,
ora et labora (bekerja dan berdo’a). Jadi meditasi tidaklah harus duduk diam
memejamkan mata dan mengisolasikan diri dari hiruk-pikuk kehidupan. Tidak. Jika
kita meletakkan segala perbuatan dengan kesadaran penuh, itupun sudah bisa
dikata sebagai meditasi.
Cuma sayangnya, di zaman modern kebanyakan orang lebih sibuk memikirkan
apa yang akan dilakukan (maju) ataupun memikirkan apa-apa yang telah terjadi (mundur) Kita kerap tidak
meletakkan pikiran kita pada keadaaan yang benar-benar saat ini sedang kita
hadapi. Bahkan banyak dari kita yang lebih suka melarikan diri dari kenyataaan
yang ada. Dan akibatnya, antara pikiran, jiwa, mulut dan perbuatannya seringkali
paradokal. Tidak ada satunya. Teriak Tuhan maha pengasih dan penyayang, tapi
kelakuannya bengis dan kecam. Itulah tanda-tanda orang yang tak suka
bermeditasi.
Jadi meditasi adalah salah satu jalan untuk menumbuhkan kesadaran dan
wawasan ditengah hiruk-pikuk kehidupan sehari-hari. Dan syarat untuk bisa
bermeditasi itu sederhana saja, yaitu sabar dan nikmati saja segala yang ada,
Tuhan memberiku kemalangan, aku terima dengan hati lapang. Tuhan
memberiku kerja keras, aku menerimanya dengan iklas,. Tuhan memberiku cobaan
dan kesengsaraan, aku memahaminya sebagai irama kehidupan yang akan membesarkan
dan menguatkan jiwa. Dan siapa yang telah punya kebesaran jiwa akan bisa
berjalan mengarungi kehidupan dengan santai dan riang. Keindahan dan kebahagian
ada disepanjang jalan yang kita lalui, bukan hanya di tujuannya saja. Kau
bertujuan ingin menyelesaikan kuliah? Itu bagus. Tapi lebih bagus lagi jika kau
bisa pula menelisik kepingan-kepingan kecil keindahan yang ada disekitarmu,
yang akan memberimu kebahagian dan menumbuhkan rasa syukur.
Begitupun jika kau ingin membahagiakan kedua orang-tuamu. Kau tidak
perlu harus menunggu lulus kuliah atau setelah mapan secara financial.
Sekarangpun jika mau kau bisa untuk membahagiakan kedua orang-tuamu, dengan
hal-hal kecil tapi sangat berarti, seperti tidak lupa berterima-kasih setelah
dapat kiriman uang hahaha ………(canda, mas) kau tetap bisa berlaku sabar dan
tabah, meskipun uang di ATM sudah ludes dan perut keroncongan, tapi tetap
berjalan tegak (biasa mas…. Sambil lirak-lirik kanan-kiri, lihat warung mana
yang belum diutangi hahaha……)Biar miskin tetap percaya diri dong, mahasiswa je.
Pokokknya tetap jujur dan kalau merasa benar tak perlu ada yang ditakuti.
Pema’af tapi juga tak malu minta ma’af kalau memang salah. Tetap rendah hati
dan menghargai sesama.
Dari Hal-hal kecil seperti itu, bapak-ibu sudah akan lebih dari cukup
bahagia jika itu ada pada dirimu. Karena artinya, sudah mulai ada keseimbangan
didirimu antara IQ (kecerdasan intelektual) dengan EQ (kearifan emosional). Dan
EQ itu tidak diajarkan dibangku kuliah, Itu adanya dalam pengalaman hidup
sehari-hari. Sekolah hanya menyiapkan kamu jadi pekerja, tidak membentuk kamu
jadi orang yang arif dan bahagia. Kearifan dan kebahagiaan harus kamu cari
sendiri.
Sebenarnya bapak juga tidak tega, untuk melepasmu pergi sendirian untuk
menuntut ilmu jauh diseberang lautan sana. Tapi siapa tidak mau dan berani untuk keluar dari zona aman, dia tidak akan
bertambah kearifannya. Jadi tega ndak tega, ya harus tega melepasmu untuk
bertualang-mengembara sendirian, karena itu yang akan membentukmu kelak menjadi
manusia yang mandiri, tangguh, penuh percaya diri serta berani memikul
tanggung-jawab dan mengambil pilihan hidup.
Bukan hanya anak kuliahan saja yang bisa stress, nak. Hampir semua
pelajar dari TK sampai mahasiswa kini banyak yang hidup dalam depresi dan
tekanan, karena kurikulum sekolah yang terlalu menekankan pada pencapaian nilai
akademik semata. Demi nilai mereka juga tak segan-segan berlaku curang,
nyontek, pakai joki, hingga beli jawaban ujuan dan skripsi. Karena dari sekolah
sudah tidak diajar-latih tidak jujur, maka tak usah heran ketika sudah bertitel
dan kaya-rayapun masih tega merampok-menjarah uang rakyat (korupsi).
Jadi memang sangat perlu itu adanya keseimbangan antara IQ dan EQ,
karena itu yang akan menuntunmu pada pencapaian haqiqat kebahagian dan
kesejatian hidup di dunia ini. Jadi selain memandang keatas (menumbuhkan
motivasi untuk maju), kita juga perlu memandang ke bawah. Melihat realita,
betapa sesungguhnya masih banyak sekali orang-orang yang hidupnya jauh
lebih sulit dan menderita daripada kita. Kita masih bisa melihat, mendengar,
makan apa saja dan pergi kemana kita suka. Luar-biasa karunia Tuhan yang
dilimpahkan tiap detiknya itu, masak kita tidak bisa hidup dengan penuh rasa
syukur dalam limpahan berkahNya.
Di zamannya, di Gunung Kidul-Yogyakarta, penduduknya pada makan nasi
Tiwul (singkong) karena dipaksa oleh kemiskinannya, hingga tak mampu lagi untuk
membeli beras. Tapi sekarang? Kuliner nasi Tiwul sekarang terkenal bukan karena
penduduk disana masih miskin. Tidak. Kuliner itu terkenal karena menjadi
kuliner penuh kenangan pada zaman susah. Lha, waktu susahpun ternyata bisa jadi
kenangan yang patut dikenang. Seperti hidupmu saat ini, nak. Sebagai anak kost,
ibaratnya hari-harimu hanya makan mie dan mie. Tapi percayalah pada kata-kata
bapak ini, “Pindah kamar kost itu gampang, tapi membuang kenangannya itu yang
susah”.
Pernah bapak dan ibu mau tauring ke pantai Sundak lewat jalan
alternative. Seperti biasa, kesasar-sasar. Hari itu bapak dan ibu tidak sampai
di pantai Sundak, tapi justru menemukan pantai tersembunyi yang sepi tapi tak
kalah indah dan eloknya dari pantai Sundak di Wonosari itu. Apa makna dari
perjalanan itu? Maknanya ya tak perlu demam tujuan. Nikmati-syukuri dan ambil
hikmahnya apa saja semua momen-momen disepanjang jalan hidup kita yang
diberikan oleh Tuhan. Selalu berprasangka baik, tidak hanya pada sesama tapi
juga pada kehendak Tuhan.
Moga waktu masih akan kembali menyatukan kita dalam petualangan
bersama yang lebih seru dan gila-gilaan. Dan ingin kudengar lagi kata-katamu,
yang diucapkan tidak dengan ketakutan tapi justru dengan tertawa lepas, “Wah,
kita tersesat, pak. Hahaha…………………….”. Kau tertawa karena sudah hapal jawaban
apa yang akan bapak berikan.
(Inilah akibat saya suka gunakan tradisional GPS (gunakan penduduk
setempat) Ketika aku dan anakku tauring di wilayah kabupaten, dengan nada cemas
dia pernah bilang. “Wah, kita tersesat, pak.” Dan dengan tenang saya jawab,
“Tersesat apa, wong kita masih di Magelang.”. Ketika tauring wilayang propinsi,
anakku juga pernah katakan, “Wah kita tersesat, pak. “ Dan saya jawab,
“Tersesat apa, orang kita masih di Jawa-tengah. “ Ketika tauring antar propinsi
tanpa sadar anakku juga pernah katakan, “Ah, kayaknya kita tersesat,pak. “ Dan
jawaban saya tetap sama, “Tersesat apa. Orang kita masih di pulau Jawa.” Pernah
juga ketika pertama ke Tanah Toraja – Sulawesi, Kami salah jalan dan kesasar
hingga ke desa terujung-terpencil dan tak ada jalan lain lagi selain balik
lagi. Dan kami hanya tertawa, tak sedikitpun merasa tersesat. Tersesat apa?
Kita ini orang Indonesia dan masih ada di Negara Indonesia. Dan jika suatu saat
nanti mungkin saya bisa keliling dunia dan ternyata salah jalan, saya tetap tak
akan pernah merasa tersesat. Dimana tersesatnya? Saya sebagai mahkluk Tuhan, masih
juga berpijak diatas tanah ciptaan Tuhan.)
Jadi terus-terang bapak juga suka heran, dengan adanya orang-orang yang
suka memvonis orang lain sebagai pengikut ajaran sesat. Padahal orang yang
memvonis itu sendiri juga masih mencari jalan kebenaran, dan seperti umumnya
orang yang masih mencari, kemungkinan dia untuk tersesat jalan juga tetap ada.
Jadi daripada saling menyesatkan, bukankah lebih baik kita ini saling
mencerahkan, memotivasi, menginspirasi dan menghormati pilihan hidup kita
masing-masing?.
Silahkan anda mau berkotbah dan mau mengajak orang lain ke jalan
kebenaran yang anda yakini, tapi kalau orang lain tidak mau terima ya tidak
usah sewot, marah apalagi ngamuk-ngamuk. Santai saja, bos. Karena bisa
jadi, apa yang anda yakini sebagai kebenaran yang berharga itu, buat orang lain
bisa jadi hanya dianggap sebagai sampah dogma. Seperti saat ini, semakin banyak
saja orang gila (berbaju bersih) yang suka berkotbah (ngomong sendiri/komunikasi
satu arah}. Dan seperti umumnya orang gila, kejiwaan orang ini juga
labil. Habis kotbah, bahwa Tuhan itu maha pengasih dan penyayang,
kelakuannyapun langsung mutar 180 derajat jadi bengis dan kejam. Suka
marah-marah, mengancam dan ngamuk-ngamuk sambil bawa pentungan. Gila ngak, tuh?
Alkisah, ada seorang pelacur yang bersimpangan jalan dengan seorang
biarawati. Dan sang nabi abadi dari Libanonpun bersabda, “ Sesungguhnya, aku
sedang melihat dua wanita yang sedang sama-sama berjalan ke rumah Allah. Hanya
bedanya, yang satu berjalan dengan do’a, sementara yang satunya berjalan dengan
air-mata.”
Intinya, kita itu sesungguhnya tidak bisa dan perlu menghakimi profesi
atau pilihan hidup seseorang. Pelacur mungkin dianggap sebagai sampah masyarakat,
tapi biar bagaimanapun dia tetap seperti kita sebagai sesama mahkluk
ciptaan Tuhan. Kita harus tetap hormati dan hargai sisi manusianya tapi bukan
perbuatannya. Seorang biarawati mungkin dianggap sebagai mahkluk yang suci di
masyarakat, tapi harap diingat juga, bahwa mereka yang membunuh Yesus,
Al-Hallag maupun Gandhi, adalah mereka-mereka para ahli agama yang mulutnya
sangat fasih mengutip ayat-ayat suci.
Moga IQ dan EQ mu makin berimbang, nak, dan cari, temukan dan jadilah
dirimu sendiri apa adanya.