Sabtu, 19 Juli 2014

meditation jaurney



Surat terbuka buat, anakku.
Hidup itu seperti tauring, nak. Jadi tak perlu beridiologi seperti para pengendara motor besar ataupun para pelaku bom bunuh diri. Orang-orang yang telah terjangkiti penyakit “demam tujuan”, orang-orang yang ingin cepat-cepat sampai tujuan. Lalu ngapain?. Dan orang-orang seperti itu biasanya fanatic, arogan, tidak toleran dan kurang bisa mensyukuri hidupnya. Orang-orang yang tidak paham rahasia pengembaraan.
Hidup itu misteri. Kita tidak akan pernah tahu apa yang akan terjadi esok hari. Kau tak pernah menyangka bisa kuliah, ternyata kini kau bisa kuliah. Bisa meraih gelar  S-1, syukur. Andai harus DO juga tak perlu patah semangat. Jangankan kuliah,  Berapa lagi waktu yang akan Tuhan berikan pada kita untuk bisa melihat terbitnya surya, kita tidak akan pernah tahu.  Dan itu justru yang membuat hidup sedemikian berarti. Kita wajib berjuang semampu kita untuk bisa meraih mimpi-mimpi kita. Tapi lebih dari itu yang paling mendasar ialah, kesiapan diri kita untuk bisa dengn lapang dada menerima apapun yang akan terjadi dan Tuhan berikan. Kalau gagal ya tak perlu terlalu bersedih dan kalau berhasil ya tak usah menepuk dada.
Jika kau bisa begitu, kau sebenarnya telah menjadi seorang yang meditative. Dalam ajaran Kejawen itu disebut Sholat da’im atau beribadah dimana sja, kapan saja dan sambil melakukan aktivitas apa saja. Dalam bahasa latinnya orang katakana, ora et labora (bekerja dan berdo’a). Jadi meditasi tidaklah harus duduk diam memejamkan mata dan mengisolasikan diri dari hiruk-pikuk kehidupan. Tidak. Jika kita meletakkan segala perbuatan dengan kesadaran penuh, itupun sudah bisa dikata sebagai meditasi.
Cuma sayangnya, di zaman modern kebanyakan orang lebih sibuk memikirkan apa yang akan dilakukan (maju) ataupun memikirkan apa-apa  yang telah terjadi (mundur) Kita kerap tidak meletakkan pikiran kita pada keadaaan yang benar-benar saat ini sedang kita hadapi. Bahkan banyak dari kita yang lebih suka melarikan diri dari kenyataaan yang ada. Dan akibatnya, antara pikiran, jiwa, mulut dan perbuatannya seringkali paradokal. Tidak ada satunya. Teriak Tuhan maha pengasih dan penyayang, tapi kelakuannya bengis dan kecam. Itulah tanda-tanda orang yang tak suka bermeditasi.
Jadi meditasi adalah salah satu jalan untuk menumbuhkan kesadaran dan wawasan ditengah hiruk-pikuk kehidupan sehari-hari. Dan syarat untuk bisa bermeditasi itu sederhana saja, yaitu sabar dan nikmati saja segala yang ada,
Tuhan memberiku kemalangan, aku terima dengan hati lapang. Tuhan memberiku kerja keras, aku menerimanya dengan iklas,. Tuhan memberiku cobaan dan kesengsaraan, aku memahaminya sebagai irama kehidupan yang akan membesarkan dan menguatkan jiwa. Dan siapa yang telah punya kebesaran jiwa akan bisa berjalan mengarungi kehidupan dengan santai dan riang. Keindahan dan kebahagian ada disepanjang jalan yang kita lalui, bukan hanya di tujuannya saja. Kau bertujuan ingin menyelesaikan kuliah? Itu bagus. Tapi lebih bagus lagi jika kau bisa pula menelisik kepingan-kepingan kecil keindahan yang ada disekitarmu, yang akan memberimu kebahagian dan menumbuhkan rasa syukur.
Begitupun jika kau ingin membahagiakan kedua orang-tuamu. Kau tidak perlu harus menunggu lulus kuliah atau setelah mapan secara financial. Sekarangpun jika mau kau bisa untuk membahagiakan kedua orang-tuamu, dengan hal-hal kecil tapi sangat berarti, seperti tidak lupa berterima-kasih setelah dapat kiriman uang hahaha ………(canda, mas) kau tetap bisa berlaku sabar dan tabah, meskipun uang di ATM sudah ludes dan perut keroncongan, tapi tetap berjalan tegak (biasa mas…. Sambil lirak-lirik kanan-kiri, lihat warung mana yang belum diutangi hahaha……)Biar miskin tetap percaya diri dong, mahasiswa je. Pokokknya tetap jujur dan kalau merasa benar tak perlu ada yang ditakuti. Pema’af tapi juga tak malu minta ma’af kalau memang salah. Tetap rendah hati dan menghargai sesama.
Dari Hal-hal kecil seperti itu, bapak-ibu sudah akan lebih dari cukup bahagia jika itu ada pada dirimu. Karena artinya, sudah mulai ada keseimbangan didirimu antara IQ (kecerdasan intelektual) dengan EQ (kearifan emosional). Dan EQ itu tidak diajarkan dibangku kuliah, Itu adanya dalam pengalaman hidup sehari-hari. Sekolah hanya menyiapkan kamu jadi pekerja, tidak membentuk kamu jadi orang yang arif dan bahagia. Kearifan dan kebahagiaan harus kamu cari sendiri.
Sebenarnya bapak juga tidak tega, untuk melepasmu pergi sendirian untuk menuntut ilmu jauh diseberang lautan sana. Tapi siapa tidak mau dan berani  untuk keluar dari zona aman, dia tidak akan bertambah kearifannya. Jadi tega ndak tega, ya harus tega melepasmu untuk bertualang-mengembara sendirian, karena itu yang akan membentukmu kelak menjadi manusia yang mandiri, tangguh, penuh percaya diri serta berani memikul tanggung-jawab dan mengambil pilihan hidup.
Bukan hanya anak kuliahan saja yang bisa stress, nak. Hampir semua pelajar dari TK sampai mahasiswa kini banyak yang hidup dalam depresi dan tekanan, karena kurikulum sekolah yang terlalu menekankan pada pencapaian nilai akademik semata. Demi nilai mereka juga tak segan-segan berlaku curang, nyontek, pakai joki, hingga beli jawaban ujuan dan skripsi. Karena dari sekolah sudah tidak diajar-latih tidak jujur, maka tak usah heran ketika sudah bertitel dan kaya-rayapun masih tega merampok-menjarah uang rakyat (korupsi).
Jadi memang sangat perlu itu adanya keseimbangan antara IQ dan EQ, karena itu yang akan menuntunmu pada pencapaian haqiqat kebahagian dan kesejatian hidup di dunia ini. Jadi selain memandang keatas (menumbuhkan motivasi untuk maju), kita juga perlu memandang ke bawah. Melihat realita, betapa sesungguhnya masih banyak sekali  orang-orang yang hidupnya jauh lebih sulit dan menderita daripada kita. Kita masih bisa melihat, mendengar, makan apa saja dan pergi kemana kita suka. Luar-biasa karunia Tuhan yang dilimpahkan tiap detiknya itu, masak kita tidak bisa hidup dengan penuh rasa syukur dalam limpahan berkahNya.
Di zamannya, di Gunung Kidul-Yogyakarta, penduduknya pada makan nasi Tiwul (singkong) karena dipaksa oleh kemiskinannya, hingga tak mampu lagi untuk membeli beras. Tapi sekarang? Kuliner nasi Tiwul sekarang terkenal bukan karena penduduk disana masih miskin. Tidak. Kuliner itu  terkenal karena menjadi kuliner penuh kenangan pada zaman susah. Lha, waktu susahpun ternyata bisa jadi kenangan yang patut dikenang. Seperti hidupmu saat ini, nak. Sebagai anak kost, ibaratnya hari-harimu hanya makan mie dan mie. Tapi percayalah pada kata-kata bapak ini, “Pindah kamar kost itu gampang, tapi membuang kenangannya itu yang susah”.
Pernah bapak dan ibu mau tauring ke pantai Sundak lewat jalan alternative. Seperti biasa, kesasar-sasar. Hari itu bapak dan ibu tidak sampai di pantai Sundak, tapi justru menemukan pantai tersembunyi yang sepi tapi tak kalah indah dan eloknya dari pantai Sundak di Wonosari itu. Apa makna dari perjalanan itu? Maknanya ya tak perlu demam tujuan. Nikmati-syukuri dan ambil hikmahnya apa saja semua momen-momen disepanjang jalan hidup kita yang diberikan oleh Tuhan. Selalu berprasangka baik, tidak hanya pada sesama tapi juga pada kehendak Tuhan.
 Moga waktu masih akan kembali menyatukan kita dalam petualangan bersama yang lebih seru dan gila-gilaan. Dan ingin kudengar lagi kata-katamu, yang diucapkan tidak dengan ketakutan tapi justru dengan tertawa lepas, “Wah, kita tersesat, pak. Hahaha…………………….”. Kau tertawa karena sudah hapal jawaban apa yang akan bapak berikan.
(Inilah akibat saya suka gunakan tradisional GPS (gunakan penduduk setempat) Ketika aku dan anakku tauring di wilayah kabupaten, dengan nada cemas dia pernah bilang. “Wah, kita tersesat, pak.” Dan dengan tenang saya jawab, “Tersesat apa, wong kita masih di Magelang.”. Ketika tauring wilayang propinsi, anakku juga pernah katakan, “Wah kita tersesat, pak. “ Dan saya jawab, “Tersesat apa, orang kita masih di Jawa-tengah. “ Ketika tauring antar propinsi tanpa sadar anakku juga pernah katakan, “Ah, kayaknya kita tersesat,pak. “ Dan jawaban saya tetap sama, “Tersesat apa. Orang kita masih di pulau Jawa.” Pernah juga ketika pertama ke Tanah Toraja – Sulawesi, Kami salah jalan dan kesasar hingga ke desa terujung-terpencil dan tak ada jalan lain lagi selain balik lagi. Dan kami hanya tertawa, tak sedikitpun merasa tersesat. Tersesat apa? Kita ini orang Indonesia dan masih ada di Negara Indonesia. Dan jika suatu saat nanti mungkin saya bisa keliling dunia dan ternyata salah jalan, saya tetap tak akan pernah merasa tersesat. Dimana tersesatnya? Saya sebagai mahkluk Tuhan, masih juga berpijak diatas tanah ciptaan Tuhan.)
Jadi terus-terang bapak juga suka heran, dengan adanya orang-orang yang suka memvonis orang lain sebagai pengikut ajaran sesat. Padahal orang yang memvonis itu sendiri juga masih mencari jalan kebenaran, dan seperti umumnya orang yang masih mencari, kemungkinan dia untuk tersesat jalan juga tetap ada. Jadi daripada saling menyesatkan, bukankah lebih baik kita ini saling mencerahkan, memotivasi, menginspirasi dan menghormati pilihan hidup kita masing-masing?.
Silahkan anda mau berkotbah dan mau mengajak orang lain ke jalan kebenaran yang anda yakini, tapi kalau orang lain tidak mau terima ya tidak usah sewot, marah  apalagi ngamuk-ngamuk. Santai saja, bos. Karena bisa jadi, apa yang anda yakini sebagai kebenaran yang berharga itu, buat orang lain bisa jadi hanya dianggap sebagai sampah dogma. Seperti saat ini, semakin banyak saja orang gila (berbaju bersih) yang suka berkotbah (ngomong sendiri/komunikasi satu arah}. Dan seperti umumnya orang gila,  kejiwaan orang ini juga labil. Habis kotbah, bahwa Tuhan itu maha pengasih dan penyayang, kelakuannyapun langsung mutar 180 derajat jadi bengis dan kejam. Suka marah-marah, mengancam dan ngamuk-ngamuk sambil bawa pentungan. Gila ngak, tuh?
Alkisah, ada seorang pelacur yang bersimpangan jalan dengan seorang biarawati. Dan sang nabi abadi dari Libanonpun bersabda, “ Sesungguhnya, aku sedang melihat dua wanita yang sedang sama-sama berjalan ke rumah Allah. Hanya bedanya, yang satu berjalan dengan do’a, sementara yang satunya berjalan dengan air-mata.”
Intinya, kita itu sesungguhnya tidak bisa dan perlu menghakimi profesi atau pilihan hidup seseorang. Pelacur mungkin dianggap sebagai sampah masyarakat, tapi biar bagaimanapun dia tetap  seperti kita sebagai sesama mahkluk ciptaan Tuhan. Kita harus tetap hormati dan hargai sisi manusianya tapi bukan perbuatannya. Seorang biarawati mungkin dianggap sebagai mahkluk yang suci di masyarakat, tapi harap diingat juga, bahwa mereka yang membunuh Yesus, Al-Hallag maupun Gandhi, adalah mereka-mereka para ahli agama yang mulutnya sangat fasih mengutip ayat-ayat suci.
Moga IQ dan EQ mu makin berimbang, nak, dan cari, temukan dan jadilah dirimu sendiri apa adanya.