Rabu, 27 Maret 2013

HEDONISME DI SURGA





            “Kapitalisme itu sangat hedonistic!” kata teman saya yang semangat Islamnya menggebu. Karena menurutnya hedonisme  (mencari kenikmatan jasmani) itu sesuatu yang tidak baik. Sementara dipandangnya Amerika itu sebagai pusat kapitalisme. Maka teman saya itupun paling suka memaki, Amerika itu sebagai rajanya Iblis dunia.
            Etika protestan di Amerika itu memang kuat sekali dan etika itu yang mengembangkan kapitalisme. Bekerja keras, berhemat dan beramal itu sudah sama saja dengan beribadah.  Jadi kapitalisme sebagai sebuah system, sebenarnya tidak hedonistic. Tapi bahwasanya dalam kapitalisme itu bisa berkembang hedonisme, itu memang tidak bias dipungkiri.
            Tulis Daniel Bell, dalam  Cultural Contradictions of Capitalism. Hedonisme di Amerika baru terjadi pada tahun 1950-an keatas. Dengan maraknya usaha kredit dan cicilan yang sekarang juga mewabah di Negara kita. Puncak hedonism, justru terjadi pada saat gelombang anti kapitalisme di tahun 1960-an yang dipelopori oleh kaum hippies. Mereka itu anti etika protestan, anti kerja keras dan hidup berleha-leha dan menghisap ganja untuk mendapatkan apa yang disebut dengan spiritual achievement.
            Jadi hedonisme itu bisa tumbuh dimana saja, dalam sosialisme juga bisa. Di Kuba misalnya, beberapa tahun setelah Fidel Castro berkuasa, di negeri revolusioner itu ternyata para pejabatnya paling doyan mengendari mobil Alfa Romeo deluxe 1750. Dengan Rolex di tangan dan cerutu Upmann diantara jari, mereka berkotbah tentang pengorbanan kepada massa blab la bla………………….. Sementara beribu tahanan politik di penjara.
             Dalam dunia spiritual atau agama, hedonisme juga bisa tumbuh.  Dalam sejarah kita kenal raja Kertanegara dari kerajaaan Singasari yang penganut Tantrisme (yang merasa bisa lebih dekat pada Tuhan setrelah bernikmat-nikmat}. Doktrinnya; Kalau anda suka makan, jangan berpuasa!. Jusru sebaliknya anda harus makan sekenyang-kenyangnya, hinga anda sendiri tidak punya selera lagi untuk makan. Pada saat itu anda pasti akan bisa lebih khusuk dalam beribadah kepada Tuhan, karena apa yang menyenangkan di dunia sudah tidak ada lagi.
            Mungkinkah nabi Muhamad juga pengikut Tantrisme? Terbukti beliau sampai punya istri empat, belum di hitung yang di nikahi secara mut’ah ketika beliau berada di medan perang. Dikalangan mereka yang bisa mendapatkan segala sesuatunya dengan mudah, hingga zaman ini saya kira Tantrisme masih cukup banyak penganutnya, tak peduli apa agama orang itu. 
            Dan lebih gila lagi, ada orang yang rela melakukan aksi bom bunuh diri , dengan harapan agar bisa masuk surga dan memuaskan kenikmatan jasmani/ragawinya termasuk dengan mengawini para bidadari. Itu khan pemikiran yang sangat hedonisme sekali. Masak ajaran agama/spiritual ujung-ujungnya Cuma ke masalah syahwat?. Bukan hanya hedonis tapi juga egois, mau bernikmat-nikmat diatas penderitaan orang banyak.
            Kematian itu suatu hal yang pasti. Jadi bagiku, para pelaku bom bunuh diri itu bukan orang pemberani, tapi sebaliknya, pengecut!. Orang yang tidak berani menghadapi kenyataan di dunia, orang yang tidak bisa menerima dan mensyukuri segala karunia Tuhannya, lalu melarikan diri dalam hayalannya tentang kindahan surgawi. Saya tidak tahu, apakah para pelaku bom bunuh diri itu di Surga akan ngamuk-amuk atau bias menerima, jika ternyata orang-orang yang selama ini dia anggap kafir, sesat, bid”ah dan sebagainya, ternyata oleh Tuhan juga di masukkan surga.
            SURGA ITU MENYENANGKAN, TAPI BELUM TENTU MEMBAHAGIAKAN. KESENANGAN DALAM UJUD LAHIRIAH, DALAM BATHIN SERINGKALI JUSTRU JADI SIKSAAN.
            Pertanyaannya, Apakah kalau mati kita masih akan membawa raga kita?


Saya bukan orang yang anti Hedonisme. Kenikmatan itu macam-macam. Bisa tidur nyenyak itu nikmat, meditasi itu nikmat, bersetubuh dengan pasangan itu nikmat, menolong orang lain itu nikmat, makan daging babi di jalan Pacenongan itu nikmat hahaha………….. Semua kembali ke motivasi tiap-tiap individunya. Cuma yang mengkhawatirkan, saat ini banyak orang yang suka mengejar kenikmatan jasmani dengan kurang menghargai nilai-nilai dan norma-norma luhur yang ada. Hedonismepun menjelma menjadi keserakahan. Hingga untuk bisa memuaskan keserakahan jasmaninya, orang tidak segan-segan lagi melakukan korupsi, menipu, mencelakai bahkan membunuh sessamanya. Hedonisme memang bisa jadi berbahaya dan bersifat merusak, ketika yang dituju semata hanya kenikmatan. Seperti filsafat epikurianisme, kenikmatan itu by produk atau tujuan?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar