Sabtu, 03 November 2012

KESEDERHANAAN YANG MENENTRAMKAN



            Bumi cukup persediaan untuk memenuhi kebutuhan manusia, tapi tidak akan cukup untuk memenuhi keserakahan kita(Gandhi). Kata-kata sang Mahatma dari India itu pernah aku saksikan langsung dalam kehidupan riil suku Bajo (suku laut) yang terasing. Dengan nada bergurau mereka katakan, “ lautan ini seperti kulkasnya Tuhan. Kita boleh mengambil kapan  dan apa saja isinya, tanpa harus merasa sebagai penguasa/pemilik apalagi merusak lemari esNya.” Aku juga pernah masuk di beberapa suku di pedalaman belantara. Mereka juga tidak pernah merasa sebagai penguasa/pemilik itu hutan. Mereka justru merasa jadi bagian dari belantara. Dan mereka mencintai sekaligus menghormati tempat tinggal hidupnya itu.
            Orang-orang yang katanyanya modernlah yang kemudian mematok HPH disana-sini. Para penganut pragmatisme yang selalu ingin mencapai target tertentu, lalu entah?. Pragmatisme yang seringkali juga diartikan sebagai kesediaan bermain curang dan menghalalkan segala cara?. Orang modern yang tidak ada bedanya dengan gerombolan pengendara motor besar, yang tidak toleran dengan sesama pemakai jalan/sesama pembayar pajak. Suka rame-rame menerobos lampu merah, dikawal polisi segala.
Mereka itu sesungguhnya hanya gerombolan para pengecut dan penakut yang tak paham rahasia petualangan. Masak petualang kok dikawal. Para penganut pragmatisme dan pengendara moge itu sebenarnya tidak ada bedanya dengan para pelaku bom bunuh diri. Sama-sama orang yang demam tujuan.  Orang yang ingin cepat-cepat sampai tujuan dan tidak bisa melihat dan mensyukuri keindahan dan rezeki yang dilimpahkan Tuhan disetiap langkah hidupnya. Orang yang merasa unggul tanpa dasar, suka bertingkah arogan dan meremehkan orang lain yang tidak masuk golongannya.
Saat ini banyak orang beragama/menjalankan laku spiritual karena dilandasi pemikiran pramatisme/otak pedagang. Ketika orang beribadah atau beramal dengan harapan bisa masuk Surga, jujur itu juga spiritual yang dilandasi otak dagang, spiritual penuh pamrih alias spiritual achievement.  Sudah lama aku tinggalkan spiritual sok tahu, sok pintar, sok suci, sok pasti dan sok benar sendiri seperti itu. Dan pada orang-orang sederhana yang gaptek, udik itu, justru aku kini banyak belajar tentang ketulusan dan kejujuran yang sekarang seperti jadi mahkluk langka.
Hidup tidaklah sepenuhnya merupakan perhitungan untung dan rugi. Spiritual itu tidak harus cantik, modis, sexy dan pintar, seperti SPG yang bersiasat mengambil hati orang lain dan memperoleh hasil besar karena senyum manis di bibir. Spiritual tidak ada hubungannya dengan surban, jenggot ataupun jubah. spiritual adalah soal ketulusan, kejujuran kerendahan hati, toleransi, keterbukaan, sekaligus keberanian bersikap walau harus menentang mainstream. Tidak menipu diri, bahagia dengan hidupnya dan tak pernah demam tujuan.
Pronocitro jatuh cinta pada Roro Mendut dan menikmati cinta itu tanpa peduli apa nanti hasilnya. Mereka juga siap mati demi cinta, tanpa bertanya buat apa? Untungnya apa? Ada kekonyolan disana, sekaligus kejujuran. Ada kenekatan disana, sekaligus keindahan yang tidak palsu.
Dari orang-orang sederhana itu aku banyak belajar, untuk bisa menangkap keindahan dari hal-hal sederhana yang ada disekitar langkah kita. Hidup dengan keindahan itu yang membuat kita bisa bersyukur. Bisa memberi tanpa pernah merasa kehilangan.  Merasa cukup tanpa harus menjadi serakah, seperti ketika kita memejamkan mata dan mendengar suara hujan yang mengguyur dedaunan. Tuhan menyapa kita tidak hanya lewat kitab suci dan kotbah para nabi. Tiap waktu Tuhan menyapa kita, lewat daun gugur atau kicau burung, lewat gugusan bintang-gemintang atau bening embun malam, lewat kerasnya ombak di karang atau lembutnya kabut di gunung dan sebagainya.
 Hidup di zaman yang penuh saling curiga, pragmatisme dan segalanya serba dinilai dari uang. PERCAYALAH!. Saat ini masih ada orang yang tulus jiwanya dan bebas dari ikatan materi. Orang bijak-rendah hati yang bebas dari demam tujuan. Jika selama ini anda merasa belum menemukan orang seperti itu, berkacalah! Orang itu akan langsung berdiri dihadapan anda. Anda hanya perlu untuk mengenalnya lebih dalam lagi.
Jadi kenapa harus takut jadi diri sendiri? Jika itu bisa bikin kita lebih mengerti akan rahasia-rahasia Illahi. Tuhan adalah keindahan. Dekat denganNya  akan membuat kita bisa melihat keindahan kemanapun kita memandang dan melangkah. Dan jika waktunya ajal akan menjemput kita. Kitapun kan bisa menghadapi dengan lapang dada dan senyuman dibibir. Tidak ada takut lagi, karena sudah biasa bertualang sendirian. Tidak ada gentar lagi Karena dalam kepasrahan Pada KuasaNya, segalanya indah adanya. Hidup indah matipun indah, siang indah malampun indah,  fajar indah senjapun indah, Surga indah nerakapun indah.
Kalau bisa memilih, anda akan memilih  bisa/mampu melihat keindahan Neraka, atau bisa masuk Surga tapi tersiksa. Dalam kehidupan nyata, sekarang ini banyak orang berlomba-lomba bahkan dengan menipu diri agar bisa masuk dan dicap golongannya para sosialita (surganya dunia?).  Tapi ada seorang wanita kuaya-raya yang justru merasa capek dan tersiksa hidup di dunia gemerlap yang penuh iri hati dan keserakahan itu.  Wanita itu justru kini lebih suka berkeringat menari dan melakukan meditasi untuk lebih bisa mengenal kesejatian diri.
. “Kesederhanaan itu ternyata menentramkan dan mengasyikkan.” Begitulah wanita itu pernah mengatakan. Yah,  hidup dan penampilan wanita itu  kini memang lebih sederhana dan apa adanya. Sementara untukku sendiri yang hanya seorang gelandangan, cukup meyakini ucapan RM. Sosrokartono, bahwa benar kita bisa SUGIH TANPO BONDHO!.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar