Bumi cukup persediaan untuk memenuhi
kebutuhan manusia, tapi tidak akan cukup untuk memenuhi keserakahan kita(Gandhi).
Kata-kata sang Mahatma dari India itu pernah aku saksikan langsung dalam
kehidupan riil suku Bajo (suku laut) yang terasing. Dengan nada bergurau mereka
katakan, “ lautan ini seperti kulkasnya Tuhan. Kita boleh mengambil kapan dan apa saja isinya, tanpa harus merasa
sebagai penguasa/pemilik apalagi merusak lemari esNya.” Aku juga pernah masuk
di beberapa suku di pedalaman belantara. Mereka juga tidak pernah merasa
sebagai penguasa/pemilik itu hutan. Mereka justru merasa jadi bagian dari belantara.
Dan mereka mencintai sekaligus menghormati tempat tinggal hidupnya itu.
Orang-orang yang katanyanya modernlah yang kemudian
mematok HPH disana-sini. Para penganut pragmatisme yang selalu ingin mencapai
target tertentu, lalu entah?. Pragmatisme yang seringkali juga diartikan
sebagai kesediaan bermain curang dan menghalalkan segala cara?. Orang modern
yang tidak ada bedanya dengan gerombolan pengendara motor besar, yang tidak
toleran dengan sesama pemakai jalan/sesama pembayar pajak. Suka rame-rame
menerobos lampu merah, dikawal polisi segala.
Mereka itu sesungguhnya hanya gerombolan para pengecut dan penakut yang
tak paham rahasia petualangan. Masak petualang kok dikawal. Para penganut pragmatisme
dan pengendara moge itu sebenarnya tidak ada bedanya dengan para pelaku bom
bunuh diri. Sama-sama orang yang demam tujuan.
Orang yang ingin cepat-cepat sampai tujuan dan tidak bisa melihat dan
mensyukuri keindahan dan rezeki yang dilimpahkan Tuhan disetiap langkah
hidupnya. Orang yang merasa unggul tanpa dasar, suka bertingkah arogan dan
meremehkan orang lain yang tidak masuk golongannya.
Saat ini banyak orang beragama/menjalankan laku spiritual karena
dilandasi pemikiran pramatisme/otak pedagang. Ketika orang beribadah atau
beramal dengan harapan bisa masuk Surga, jujur itu juga spiritual yang
dilandasi otak dagang, spiritual penuh pamrih alias spiritual achievement. Sudah lama aku tinggalkan spiritual sok tahu,
sok pintar, sok suci, sok pasti dan sok benar sendiri seperti itu. Dan pada
orang-orang sederhana yang gaptek, udik itu, justru aku kini banyak belajar
tentang ketulusan dan kejujuran yang sekarang seperti jadi mahkluk langka.
Hidup tidaklah sepenuhnya merupakan perhitungan untung dan rugi.
Spiritual itu tidak harus cantik, modis, sexy dan pintar, seperti SPG yang
bersiasat mengambil hati orang lain dan memperoleh hasil besar karena senyum
manis di bibir. Spiritual tidak ada hubungannya dengan surban, jenggot ataupun
jubah. spiritual adalah soal ketulusan, kejujuran kerendahan hati, toleransi,
keterbukaan, sekaligus keberanian bersikap walau harus menentang mainstream. Tidak
menipu diri, bahagia dengan hidupnya dan tak pernah demam tujuan.
Pronocitro jatuh cinta pada Roro Mendut dan menikmati cinta itu tanpa
peduli apa nanti hasilnya. Mereka juga siap mati demi cinta, tanpa bertanya
buat apa? Untungnya apa? Ada kekonyolan disana, sekaligus kejujuran. Ada kenekatan
disana, sekaligus keindahan yang tidak palsu.
Dari orang-orang sederhana itu aku banyak belajar, untuk bisa menangkap
keindahan dari hal-hal sederhana yang ada disekitar langkah kita. Hidup dengan
keindahan itu yang membuat kita bisa bersyukur. Bisa memberi tanpa pernah
merasa kehilangan. Merasa cukup tanpa
harus menjadi serakah, seperti ketika kita memejamkan mata dan mendengar suara hujan
yang mengguyur dedaunan. Tuhan menyapa kita tidak hanya lewat kitab suci dan
kotbah para nabi. Tiap waktu Tuhan menyapa kita, lewat daun gugur atau kicau
burung, lewat gugusan bintang-gemintang atau bening embun malam, lewat kerasnya
ombak di karang atau lembutnya kabut di gunung dan sebagainya.
Hidup di zaman yang penuh saling
curiga, pragmatisme dan segalanya serba dinilai dari uang. PERCAYALAH!. Saat
ini masih ada orang yang tulus jiwanya dan bebas dari ikatan materi. Orang
bijak-rendah hati yang bebas dari demam tujuan. Jika selama ini anda merasa
belum menemukan orang seperti itu, berkacalah! Orang itu akan langsung berdiri
dihadapan anda. Anda hanya perlu untuk mengenalnya lebih dalam lagi.
Jadi kenapa harus takut jadi diri sendiri? Jika itu bisa bikin kita lebih
mengerti akan rahasia-rahasia Illahi. Tuhan adalah keindahan. Dekat
denganNya akan membuat kita bisa melihat
keindahan kemanapun kita memandang dan melangkah. Dan jika waktunya ajal akan
menjemput kita. Kitapun kan bisa menghadapi dengan lapang dada dan senyuman
dibibir. Tidak ada takut lagi, karena sudah biasa bertualang sendirian. Tidak
ada gentar lagi Karena dalam kepasrahan Pada KuasaNya, segalanya indah adanya.
Hidup indah matipun indah, siang indah malampun indah, fajar indah senjapun indah, Surga indah
nerakapun indah.
Kalau bisa memilih, anda akan memilih
bisa/mampu melihat keindahan Neraka, atau bisa masuk Surga tapi
tersiksa. Dalam kehidupan nyata, sekarang ini banyak orang berlomba-lomba
bahkan dengan menipu diri agar bisa masuk dan dicap golongannya para sosialita
(surganya dunia?). Tapi ada seorang
wanita kuaya-raya yang justru merasa capek dan tersiksa hidup di dunia gemerlap
yang penuh iri hati dan keserakahan itu.
Wanita itu justru kini lebih suka berkeringat menari dan melakukan
meditasi untuk lebih bisa mengenal kesejatian diri.
. “Kesederhanaan itu ternyata menentramkan dan mengasyikkan.” Begitulah wanita
itu pernah mengatakan. Yah, hidup dan
penampilan wanita itu kini memang lebih
sederhana dan apa adanya. Sementara untukku sendiri yang hanya seorang
gelandangan, cukup meyakini ucapan RM. Sosrokartono, bahwa benar kita bisa
SUGIH TANPO BONDHO!.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar