Selasa, 09 Oktober 2012

KUBURAN BUAT PARA SPIRITUALIS

  •     .
       
    Ini kisah kematian teman ku yang penganut kepercayaan terhadap Tuhan YME. Sebagai seorang pelaku spiritual minoritas/bukan mainstream yang selama hidupnya selalu menyatakan diri sebagai orang yang tak punya agama. Kematiannyapun jadi polemic. Harus di kuburkan dengan prosesi pemakaman macam apa orang seperti ini?.
    Bagi si mati sih tidak ada masalah. Mau dikuburkan dengan prosesi pemakaman macam apa juga  tidak mungkin akan protes. Masalahnya justru pada yang hidup. Pada anak, istri dan keluarga besar yang di tinggalkannya. Dalam keadaan berkabung, bukannya penghiburan yang mereka dapat. Tapi justru gunjingan dan cibiran menyakitkan yang mereka dapat. Ada juga orang yang berkotbah di hadapanku begini, “Begitulah akhir hidup orang kafir yang selama hidupnya tidak tahu dan mau tahu agama. Matinya hanya bikin malu keluarga saja!”
    Disindir begitu, aku hanya tersenyum. Dalam anganku terbayang kisah hidup para khalifah sahabat nabi Muhamad. Siapapun yang pernah mempelajari sejarah perkembangan agama Islam pasti tahu. Selain  Abu Bakar, ketiga khalifah sesudahnya semua mati terbunuh dengan tragisnya. Bahkan khalifah Usman, beliau tewas dibunuh oleh orang Islam sendiri. Salah satu persendiannya dipatahkan. Dalam Islam ada hukum, untuk tidak boleh terlalu lama menunda-nunda pemakaman bagi orang mati. Tapi jasad khalifah Usman sampai tertahan dua malam. Sebagian kaum Muslim juga tidak mau menyolatkan dan melarang di makamkan di pekuburan Baqi. Di bawah lemparan batu, akhirnya jasad beliau di makamkan di Hisy Kaukab yang merupakan area pekuburan orang Yahudi!.
    Kita semua tentu juga tahu, bagaimana akhir kematian orang-orang yang kuat mengukuhi kebenaran yang diyakininya, seperti Sokrates, Yesus, Al’halag ataupun para pejuang bangsa yang tak pernah kita ketahui bagaimana akhir nasibnya  dan  dimana kuburnya. Karena itu, aku sendiri tak pernah peduli, seperti apa wajah kematian yang akan menjemput ku kelak. Begitupun dengan bentuk prosesi pemakamannya. Karena semua itu bukan gambaran dari nilai kwalitas spiritual kita.
    Selama menggelandang aku juga mencatat , bagaimana ada kuburan khusus orang Islam, khusus orang Nasrani, khusus etnis tertentu, khusus orang kaya, khusus anggota keluarga, khusus orang suci, khusus para pahlawan dan sebagainya. Aku juga pernah mengunjungi satu makam yang di sucikan oleh orang banyak. Tapi aku tidak boleh masuk. Kata si penjaga makam, yang boleh masuk di area pekuburan itu hanyalah orang-orang penting saja.  Akupun langsung membungkuk sambil kentut, ada-ada saja, batu nisan kok maunya hanya dikunjungi orang-orang penting saja, termasuk para artis dan selebriti?.
    Kuburan hanyalah lambang, symbol dan pengingat kita akan adanya alam kematian. Kematian merupakan peristiwa yang akan kita alami semua dan tidak mungkin untuk bisa dihindarkan, mengingat akan adanya peristiwa pembentukan dan penghancuran, seperti yang kita kenal dengan istilah anabolisme dan katabolisme dalam sel organism. Mengingat akan hal itulah, saya jadi punya ide untuk membuat kuburan yang akan jadi rumah masa depan kita bersama.
    Dalam benak saya, ada gambaran tentang punden berundak (lambang laku spiritual). Punden berundak sederhana tanpa relief dan hiasan apa-apa, seperti stupa di puncak candi Borobudur  (lambang puncak spiritual yang sesungguhnya memang sangat sederhana). Punden berundak yang puncaknya berlubang  dan tembus ke aliran sungai/samudera (lambang kembalinya ke tanah-muasal. Dan di puncak punden berundak itulah, abu kremasi jasad kita semua disemayamkan. Jadi istilahnya, kuburan model SALOME (satu lobang rame-rame).
    Dan aturan dasar di kuburan ini ada dua;
    1. Siapapun yang mau dikuburkan disini, jasadnya harus dikremasi/bakar, sebagai lambang dari totalitas laku spiritual yang telah bisa melepaskan diri dari himpitan benda-benda keduniawian. Lambang dari kemerdekaan jiwa yang telah bisa bertahan dari rasa kekurangan badan.
    2. Siapapun tanpa terkecuali boleh dimakamkan disini. Tak peduli apa itu suku, ras, agama, status social-ekonominya,  jenis kelamin ataupun orientasi sexsualnya dan sebagainya. Orang atheis? Mereka yang mengaku dirinya sebagai orang atheis juga boleh dimakamkan disini. Bagiku orang atheis juga seorang spiritualis (dalam pemikiran) karena masih mencari. Seorang PSK? PSK juga boleh dan berhak mendapat penghormatan pemakaman yang sama disini. Alkisah, ada seorang psk yang berjalan bersimpangan jalan dengan seorang biarawati. Dan sang bijakpun ditanyai pendapatnya tentang kedua perempuan itu. Maka jawab sang bijak, “Sesungguhnya aku sedang melihat dua wanita yang sedang sama-sama berjalan menuju rumah Allah (tanah-muasal). Hanya bedanya, yang satu berjalan dengan do’a, sementara satunya lagi berjalan dengan air-mata.”

    Jadi siapapun boleh dimakamkan disini, karena seperti sang maut, dia juga mau menjemput siapapun tanpa pilih-pilih. Kuburan macam begini, selain untuk memberi penghormatan yang layak kepada siapapun yang meninggal dunia. Kuburan macam begini, bisa juga jadi rumah ibadah dan tempat ziarah kita bersama. Jadi tempat kita berkumpul, untuk berbagi kekuatan dan kasih. Tempat kita merenungkan akan haqiqat hidup kita. Tanah-muasal kita. Tempat kita berani memasuki medan pertempuran terbesar, yaitu perang terhadap hawa nafsu kita sendiri. Tempat belajar meluluhkan sang ego diri.Hingga kita akan sampai pada satu titik kesadaran; Bahwa kita semua itu sesungguhnya SAMA. SAMA seharkatnya sebagai citra Allah yang sederajat. Sekaligus SAMA pula sebagai pribadi-pribadi yang berhak menentukan diri kita masing-masing. Jadi kuburan ini juga akan jadi lambang dari  TOLERANSI DAN  PLURALISME. Bhineka tunggal lobang?. Jka kita memang tidak bisa satu dalam pemikiran, paling tidak kita masih bisa satu dalam diam, dalam meditasi. Begitu juga satu dalam kuburan.
     Kuburan macam begini juga akan bisa jadi symbol ikatan emosional anak cucu kita semua  kelak. Lewat kuburan model begini, kita ajarkan apa itu makna haqiqatnya spiritual. Sekaligus kita beri contoh ketauladanan yang nyata, bahwa meskipun berbeda-beda kita tetap bisa bersatu. Walau hanya bersatu di lobang kubur. Kuburan juga bisa jadi tempat kita intropeksi. Mawas-diri dan bertanya, “Apakah hidup?”  Serta sejenak mengabaikan pertanyaan, “Bagaimana harus hidup?”.  Karena dalam keseharian kita sudah terlalu banyak dijejali pertanyaan, “How to live?” dan cenderung mengabaikan pertanyaan, “What  is life?”. Mana asal, mana kejadian? Mana kemajuan, mana kemunduran?. Mana lebih kekal, tubuh atau nyawa?.
    Dengan mengingat akan kematian, ambisi keduniawian kita pasti akan jadi lebih lembut. Dengan mengingat akan kematian, iman kita akan makin dewasa, spiritual kita akan semakin matang, jiwa kita akan semakin besar. Dan lewat kuburan model Salome ini, kita buktikan/contohkan, akan kebesaran dan keiklasan jiwa kita yang telah mampu meleburkan sekat perbedaan antara aku dan kita.
    Hidup ini singkat. Kita tidak akan pernah tahu, berapa lama lagi kita masih akan bisa melihat mentari pagi. Silahkan anda semua bertengkar/berkelahi untuk mencari/meyakini kebenaran diri. Silahkan anda bersilat lidah, banggakan ketinggian ilmu, keluasan pengetahuan dan kejeniusan pemikiran anda. Tapi cepat atau lambat, anda pasti akan diajar oleh usia menua. Akan diajar (keinsafan) akan kelemahan diri. Persis si Binatang Jalang, Chairil Anwar, yang di akhir-akhir hidupnya pun menulis;  Hidup hanya menunda kekalahan/ Tambah terasing dari cinta sekolah rendah (agama?)/Dan tahu, ada yang tetap tidak diucapkan/ Sebelum pada akhirnya kita menyerah.
    Pada ummnya, para pelaku spiritual memang ingin bisa menguasai/memiliki ilmu spiritual yang tinggi dan aneh-aneh ataupun hapal isi kitab suci. Tapi setinggi, aneh dan fasihnya anda mengutip kitab suci, pada saatnya harus juga menyerah pada sang maut, termasuk orang sekelas nabi sekalipun. Padahal untuk jadi spiritualis, anda tidaklah harus punya ilmu yang tinggi, aneh atau harus hapal isi kitab suci. Tidak! Tinggi-tinggian ilmu (ego) itulah yang justru seringkali jadi pemicu pertengkaran, permusuhan, penipuan, penindasan dan perpecahan. Padahal sesungguhnya spiritual itu sederhana saja. Anda cukup (dan harus bahkan) jadi diri anda sendiri, bisa bahagia dengan hidup anda, tidak merugikan orang lain, bekerja penuh cinta dan punya empati pada penderitaan sesama. Jika anda bisa begitu saja, itu artinya anda sudah jadi seorang spiritualis tingkat tinggi, sekalipun anda orang miskin dan buta huruf sekalipun.
    Karena itulah, dalam spiritual advisku hanya satu, mari jadi pelaku spiritual yang langsung terjun langsung belajar meluluhkan sang ego diri. Persis yang di tulis Mahatma Gandhi dipengantar otobigrafinya; SAYA HARUS MERENDAHKAN DIRI SAMPAI NOL!.
    Saya percaya, jika kita semua mau dan bisa belajar meluluhkan sang ego diri, tak peduli apa agama atau kepercayaan anda, kita semua pasti bisa bersatu. Bersatu dalam ketulusan, bukan bersatu karena penindasan. Bersatu dalam kebebasan, bukan bersatu dalam ketakutan. Bersatu untuk melawan kedzoliman, bukannya bersatu untuk membuat kedzoliman. Hanya persatuan yang akan membuat kita maju dan kuat. Sudah saatnya kebangkitan spiritual bangsa sendiri di mulai. Dan salah satu kelemahan atau kurang berkembangnya spiritual bangsa kita ini adalah, tidak adanya satu symbol spiritual yang bisa menyatukan kita semua. Jadi menurut saya, kuburan model Salome ini bisa jadi langkah awal kebangkitan itu.
    Aku juga percaya,  salah satu jalan untuk bisa meluluhkan sang ego diri dan sekaligus untuk bisa memasuki alam roh adalah dengan jalan penyerahan diri. Kebenaran hidup dan kesadaran diri, hanya dapat dicapai dengan penyerahan, kepasrahan dan keiklasan yang total pada sang hidup.
     Akhir kata, semoga semua apa yang saya tulis ini tidak hanya akan jadi wacana belaka. Dan sebagai langkah awal, kepada siapa saja yang tertarik dengan ide ini saya ini. Saya mengajak, yuk belajar berani menginjak tanah (realita), jangan hanya berani jadi jagoan berkicau di dunia maya saja. Mari berkumpul, bahu-membahu dan saling berbagi  untuk mewujudkan ide ini. Sekecil apapun sumbang sih anda, meskipun itu hanya dalam bentuk kata/do’a,  selama semua itu  didasari oleh ketulusan hati dan niat baik, itu semua sudah merupakan amal ibadah.
    Sudah saatnya bangsa ini punya keseimbangan antara kecerdasan intelektual (IQ) dan kearifan emosional (EQ). Karena hanya itu yang akan bisa mengangkat bangsa kita dari keterpurukan selama ini. Aku percaya, pada saatnya nanti, di tangan para spiritualis berjiwa besar yang mendasarkan hidupnya pada asas sikap penyerahan, pengorbanan dan kasih. Ide tentang pembuatan kuburan model Salome ini pasti akan jadi kenyataan. Kuburan yang akan jadi symbol; TRASCENDENT UNITY OF RELIGIONS!.
    Rahayu, rahayu, rahayu umat sejagat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar